Resume Ketujuh
Kelas Menulis Gelombang Ke-28
Senin, 23 Januari 2023
Tema: Writer's Block
Narasumber : Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr.
Moderator : Rallyanti, S.Sos., M.Pd
Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dikarenakan virus corona sangat berdampak bagi kita. Virus yang sangat mengerikan ini telah menyebabkan jutaan orang meninggal dunia dan juga meluluhlantakkan perekonomian dunia. Sungguh mengerikan!
Ternyata dalam dunia menulis, kita juga dikenalkan dengan suatu virus yaitu virus writer’s block. Apakah virus writer’s block itu?
Narasumber luar biasa, Ditta Widya Utami, guru IPA di SMPN 1 Cipeundeuy, subang Jawa Barat yang merupakan pengajar praktik program guru penggerak Angkatan ke-3 dan ke-6 dengan segudang prestasi dan menginspirasi akan membahas apa itu Writer’s block? Ayo kita simak bersama!
Siapa pun yang ingin menjadi penulis andal, maka harus siap dengan prosesnya. Tak bisa instan tentu, diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar bisa menjadi seperti Omjay, Bunda Kanjeng, Pak Dail, Bunda Aam, Bu Rali, Mr. Bams, Prof. Eko, dan lainnya yang tak bisa disebut satu per satu. Penulis buku “Menyongsong Era Baru Pendidikan” bersama Prof Eko Indrajit ini sudah senang membaca buku-buku cerita sejak kecil (sebelum SD). Senang menulis sejak di sekolah dasar (dalam buku diary) dan saat SMP, sering mengirim tulisan ke mading sekolah dan pernah menulis cerita dibuku tulis yang dibaca bergiliran oleh teman-teman. Atas arahan guru Bahasa Inggris beliau juga menulis diary dalam bahasa Inggris, bahkan Ketika SMA, saya masih tetap menulis diary dimana beberapa teman dekat yang membaca diarynya sempat berkomentar bahwa tulisannya sudah seperti novel.
Seorang guru dengan prestasi dan sangat menginspirasi serta luar biasa ini dapat lebih dikenal melalui https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html?m=1
dan https://www.kompasiana.com/ditta13718
Menulis apa pun yang kita rasakan bisa menjadi self healing yang baik. Bahkan saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi dan lain sebagainya. Rupanya kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, Ditta pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekannya dan diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Yang berhasil meraih posisi kedua. Di saat kuliah juga, peraih pengghargaan penggerak literasi ini menulis proposal bersama teman-teman dan berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta dimana jumlah tersebut sangat besar pada waktu itu.
Awal masuk dunia kerja, beliau bisa dibilang cukup vakum menulis karena mengajar di boarding school dengan aktivitas yang padat membuatnya mengambil jeda sejenak dalam dunia kepenulisan. Hingga akhirnya diawal masa pandemi, ketika mengikuti kelas menulis bersama PGRI dan masuk di angkatan ke-7 beliau Kembali aktif menulis di blog untuk menuliskan resumenya. Bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Eko dan menjadi 1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit di penerbit mayor. Karena terbiasa menulis juga, bisa menyelesaikan esai di seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus. Saat ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6.
Kita tentu sepakat bahwa menulis memiliki banyak manfaat (disadari/tidak). Ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya. Nah, lalu apa kaitannya cerita di atas dengan writer's block?
Sebagaimana dalam kisah di awal, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis ilmiah, ada cerpen, artikel, resume, dsb. Menulis adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya novelis, cerpenis, jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yang tulisannya mengajak orang untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat tulisan profesional di website, ada script writer penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, dan lain-lain. Faktanya, penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer's Block. Tak peduli tua atau muda, profesional atau belum, WB bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan. Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya. karena WB ini bisa menjangkit dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan. Tergantung seberapa cepat seseorang menyadari dan mengatasinya. WB ini dikatakan “penyakit” karena jika dibiarkan akan berdampak fatal yaitu tidak produktif lagi dalam menulis.
Sederhananya, WB adalah kondisi dimana kita mengalami kebuntuan menulis. Tak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya. Hal ini bisa terjadi dengan disadari atau pun tidak. Istilah writer's block sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang psikoanalis di Amerika. Berkaca dari pengalaman, WB ini bisa terjadi berulang. Mereinfeksi kita sebagai penulis. Itulah mengapa beliau katakan WB ini sebagai "virus" yang sesekali bisa aktif bila kondisinya memungkinkan. Ibarat penyakit, tentu akan lebih mudah disembuhkan bila kita mengetahui faktor penyebabnya, bukan? Begitu pula dengan WB. Agar bisa terhindar atau segera terlepas dari WB, maka kita perlu mengenali penyebabnya. Penyebab dari WB adalah 1) mencoba metode/topik baru dalam menulis, 2) Stress, 3) Lelah fisik/mental dan 4) terlalu perfeksionis.
Mencoba metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat untuk WB. Misal ketika jadi penyebab: Ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah terserang WB. Lalu bagaimana ini bisa menjadi salah satu obat WB? Jawabannya akan berkaitan dengan faktor penyebab WB yang kedua dan ketiga. Dalam Kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik. Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress. Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk. Terserang WB deh. Maka, mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi.
Mempelajari hal-hal baru yang berbeda dengan sebelumnya pasti menyenangkan. Beberapa orang terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai untuk refreshing. Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi solusi mengatasi WB. Biar bagaimanapun, WB bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata. Dengan membaca, kita bisa menambah kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan maka bisa sekaligus mengatasi WB. Terakhir yang bisa menyebabkan WB adalah terlalu perfeksionis. Berdasarkan kisah di atas, ketika menulis diary berbahasa Inggris, jika dibuka kembali diary berbahasa Inggris tersebut banyak sekali grammar yang tidak sesuai, tapi Ditta tetap percaya diri menulis, tak hanya satu, tetapi ada dua atau tiga diary. Justru itulah salah satu kunci menghadapi WB. Bila saat itu terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisan sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung. Kondisi menulis dimana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dan sebagainya ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas. Nah, jadi siapa di sini yang masih khawatir tulisannya tidak dibaca? Khawatir dinyinyir orang? Khawatir dikritik ahli? Khawatir tulisannya nggak bagus? Dan masiiih banyak kekhawatiran lainnya. Yuk, dicoba menulis bebas untuk mengatasi salah satu penyebab WB-nya. Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?
Cara berliterasi digital yaitu: Digital skills, yaitu memahami perangkat keras dan lunak TIK, serta sistem operasi digital. Digital safety, yaitu meningkatkan kesadaran perlindungan dan keamanan data pribadi. Digital ethic, yaitu menyesuaikan diri, berpikir rasional dan mengutamakan netiket. Digital culture, yaitu mampu membangun wawasan kebangsaan dalam berinteraksi di ruang digital. https://www.kompasiana.com/amp/ditta13718/62f536faa51c6f7f06629172/literasi-digital-kemkominfo-bagian-1-literasi-dan-budaya-digital
2. Buat daftar isi dan mulailah menulis, mulai dari akhir (bayangkan bukunya sudah jadi, bukan sekedar draft lagi).
3. Agar tulisan bermutu tipsnya "practice makes perfect" dan perbanyak membaca terkait dengan apa yang akan kita tulis. Misal jika senang menulis puisi, maka mari membaca karya karya sastrawan terkemuka. Bila senang cerpen, mari perbanyak baca cerpen yang berhasil dimuat di media massa atau karya cerpenis populer. Membacanya harus seperti kacang goreng. Dinikmati, diresapi kata-katanya, kenali diksi yang digunakan, dan sebagainya. Bukankah makan kacang goreng lebih nikmat bila perlahan, bukan sekaligus. Jika ingin menulis karya ilmiah, harus mau membaca jurnal.
4. Hal penting yang dipersiapkan untuk menjadi seorang penulis adalah yakin dan mental, simak video tentang mental seorang penulis di https://youtu.be/UkRDLmA4dUY
5. Cara mengatasi kesulitan dalam menulis, ingat niat awal menulis, ingat kembali proses dimana kita menikmati proses menulis itu sendiri, selalu berdo’a, kuatkan tekad dalam menulis, tetap konsisten dalam menulis, jangan hiraukan jumlah pembaca dari tulisan kita karena setiap penulis akan menemukan takdir pada para pembacanya. Yakin, bahwa setiap tulisan yang kita buat akan tetap bermanfaat walau hanya untuk satu orang. Bukankah, satu tulisan yang bermanfaat atau menginspirasi bagi satu orang, akan lebih baik daripada tulisan yang dibaca banyak orang tapi mudah dilupakan?
6. Jika mengalami kemandekan dalam menulis. Yuk, menulis dengan teknik free writing alias menulis bebas. "Sekarang ini saya sedang buntu menulis. Entah mengapa tiba-tiba mandek. Seperti sedang berlari sprint lantas menabrak tembok .... dst." Atau bisa juga: "Jujur, saat ini aku ragu. Ragu jika tulisanku ini seindah pelangi. Seharum mawar. Atau sebaik intan yang akan dipandang banyak orang. Banyak ketakutan yang muncul dalam benakku ... dst". Nah kan meski mandek, dengan teknik free writing (biarkan tangan menulis dan ide muncul belakangan, tak perlu bingung benar salah yang penting nulis). Dengan teknik free writing, insya Allah bisa kabur tuh virus WB nya
Siapa pun yang ingin menjadi penulis andal, maka harus siap dengan prosesnya. Tak bisa instan tentu, diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar bisa menjadi seperti Omjay, Bunda Kanjeng, Pak Dail, Bunda Aam, Bu Rali, Mr. Bams, Prof. Eko, dan lainnya yang tak bisa disebut satu per satu. Penulis buku “Menyongsong Era Baru Pendidikan” bersama Prof Eko Indrajit ini sudah senang membaca buku-buku cerita sejak kecil (sebelum SD). Senang menulis sejak di sekolah dasar (dalam buku diary) dan saat SMP, sering mengirim tulisan ke mading sekolah dan pernah menulis cerita dibuku tulis yang dibaca bergiliran oleh teman-teman. Atas arahan guru Bahasa Inggris beliau juga menulis diary dalam bahasa Inggris, bahkan Ketika SMA, saya masih tetap menulis diary dimana beberapa teman dekat yang membaca diarynya sempat berkomentar bahwa tulisannya sudah seperti novel.
Seorang guru dengan prestasi dan sangat menginspirasi serta luar biasa ini dapat lebih dikenal melalui https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html?m=1
dan https://www.kompasiana.com/ditta13718
Menulis apa pun yang kita rasakan bisa menjadi self healing yang baik. Bahkan saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi dan lain sebagainya. Rupanya kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, Ditta pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekannya dan diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Yang berhasil meraih posisi kedua. Di saat kuliah juga, peraih pengghargaan penggerak literasi ini menulis proposal bersama teman-teman dan berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta dimana jumlah tersebut sangat besar pada waktu itu.
Awal masuk dunia kerja, beliau bisa dibilang cukup vakum menulis karena mengajar di boarding school dengan aktivitas yang padat membuatnya mengambil jeda sejenak dalam dunia kepenulisan. Hingga akhirnya diawal masa pandemi, ketika mengikuti kelas menulis bersama PGRI dan masuk di angkatan ke-7 beliau Kembali aktif menulis di blog untuk menuliskan resumenya. Bahkan berkesempatan menulis bersama Prof. Eko dan menjadi 1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit di penerbit mayor. Karena terbiasa menulis juga, bisa menyelesaikan esai di seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus. Saat ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6.
Kita tentu sepakat bahwa menulis memiliki banyak manfaat (disadari/tidak). Ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya. Nah, lalu apa kaitannya cerita di atas dengan writer's block?
Sebagaimana dalam kisah di awal, ada tulisan pribadi dalam bentuk diary, ada karya tulis ilmiah, ada cerpen, artikel, resume, dsb. Menulis adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya novelis, cerpenis, jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yang tulisannya mengajak orang untuk membeli produk, ada content writer yang bertugas membuat tulisan profesional di website, ada script writer penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, dan lain-lain. Faktanya, penulis-penulis tersebut masih bisa terserang virus WB alias Writer's Block. Tak peduli tua atau muda, profesional atau belum, WB bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan. Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya. karena WB ini bisa menjangkit dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan. Tergantung seberapa cepat seseorang menyadari dan mengatasinya. WB ini dikatakan “penyakit” karena jika dibiarkan akan berdampak fatal yaitu tidak produktif lagi dalam menulis.
Sederhananya, WB adalah kondisi dimana kita mengalami kebuntuan menulis. Tak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya. Hal ini bisa terjadi dengan disadari atau pun tidak. Istilah writer's block sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang psikoanalis di Amerika. Berkaca dari pengalaman, WB ini bisa terjadi berulang. Mereinfeksi kita sebagai penulis. Itulah mengapa beliau katakan WB ini sebagai "virus" yang sesekali bisa aktif bila kondisinya memungkinkan. Ibarat penyakit, tentu akan lebih mudah disembuhkan bila kita mengetahui faktor penyebabnya, bukan? Begitu pula dengan WB. Agar bisa terhindar atau segera terlepas dari WB, maka kita perlu mengenali penyebabnya. Penyebab dari WB adalah 1) mencoba metode/topik baru dalam menulis, 2) Stress, 3) Lelah fisik/mental dan 4) terlalu perfeksionis.
Mencoba metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat untuk WB. Misal ketika jadi penyebab: Ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah terserang WB. Lalu bagaimana ini bisa menjadi salah satu obat WB? Jawabannya akan berkaitan dengan faktor penyebab WB yang kedua dan ketiga. Dalam Kamus Psikologi, stres diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik. Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress. Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk. Terserang WB deh. Maka, mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi.
Mempelajari hal-hal baru yang berbeda dengan sebelumnya pasti menyenangkan. Beberapa orang terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai untuk refreshing. Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi solusi mengatasi WB. Biar bagaimanapun, WB bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata. Dengan membaca, kita bisa menambah kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan maka bisa sekaligus mengatasi WB. Terakhir yang bisa menyebabkan WB adalah terlalu perfeksionis. Berdasarkan kisah di atas, ketika menulis diary berbahasa Inggris, jika dibuka kembali diary berbahasa Inggris tersebut banyak sekali grammar yang tidak sesuai, tapi Ditta tetap percaya diri menulis, tak hanya satu, tetapi ada dua atau tiga diary. Justru itulah salah satu kunci menghadapi WB. Bila saat itu terlalu perfeksionis, terlalu memikirkan apakah tulisan sudah sesuai kaidah atau belum, niscaya diary berbahasa Inggris itu tidak akan pernah rampung. Kondisi menulis dimana kita tidak memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi dan sebagainya ternyata dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas. Nah, jadi siapa di sini yang masih khawatir tulisannya tidak dibaca? Khawatir dinyinyir orang? Khawatir dikritik ahli? Khawatir tulisannya nggak bagus? Dan masiiih banyak kekhawatiran lainnya. Yuk, dicoba menulis bebas untuk mengatasi salah satu penyebab WB-nya. Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai?
Cara berliterasi digital yaitu: Digital skills, yaitu memahami perangkat keras dan lunak TIK, serta sistem operasi digital. Digital safety, yaitu meningkatkan kesadaran perlindungan dan keamanan data pribadi. Digital ethic, yaitu menyesuaikan diri, berpikir rasional dan mengutamakan netiket. Digital culture, yaitu mampu membangun wawasan kebangsaan dalam berinteraksi di ruang digital. https://www.kompasiana.com/amp/ditta13718/62f536faa51c6f7f06629172/literasi-digital-kemkominfo-bagian-1-literasi-dan-budaya-digital
Tips dan Trik menulis dari Ibu Ditta:
1. Cara mengatasi WB adalah dengan membuat skala prioritas dan jadwal menulis dan istiqomah dengan jadwal yang telah ditetapkan, kenali waktu emas (waktu terbaik) kita dalam menulis;2. Buat daftar isi dan mulailah menulis, mulai dari akhir (bayangkan bukunya sudah jadi, bukan sekedar draft lagi).
3. Agar tulisan bermutu tipsnya "practice makes perfect" dan perbanyak membaca terkait dengan apa yang akan kita tulis. Misal jika senang menulis puisi, maka mari membaca karya karya sastrawan terkemuka. Bila senang cerpen, mari perbanyak baca cerpen yang berhasil dimuat di media massa atau karya cerpenis populer. Membacanya harus seperti kacang goreng. Dinikmati, diresapi kata-katanya, kenali diksi yang digunakan, dan sebagainya. Bukankah makan kacang goreng lebih nikmat bila perlahan, bukan sekaligus. Jika ingin menulis karya ilmiah, harus mau membaca jurnal.
4. Hal penting yang dipersiapkan untuk menjadi seorang penulis adalah yakin dan mental, simak video tentang mental seorang penulis di https://youtu.be/UkRDLmA4dUY
5. Cara mengatasi kesulitan dalam menulis, ingat niat awal menulis, ingat kembali proses dimana kita menikmati proses menulis itu sendiri, selalu berdo’a, kuatkan tekad dalam menulis, tetap konsisten dalam menulis, jangan hiraukan jumlah pembaca dari tulisan kita karena setiap penulis akan menemukan takdir pada para pembacanya. Yakin, bahwa setiap tulisan yang kita buat akan tetap bermanfaat walau hanya untuk satu orang. Bukankah, satu tulisan yang bermanfaat atau menginspirasi bagi satu orang, akan lebih baik daripada tulisan yang dibaca banyak orang tapi mudah dilupakan?
6. Jika mengalami kemandekan dalam menulis. Yuk, menulis dengan teknik free writing alias menulis bebas. "Sekarang ini saya sedang buntu menulis. Entah mengapa tiba-tiba mandek. Seperti sedang berlari sprint lantas menabrak tembok .... dst." Atau bisa juga: "Jujur, saat ini aku ragu. Ragu jika tulisanku ini seindah pelangi. Seharum mawar. Atau sebaik intan yang akan dipandang banyak orang. Banyak ketakutan yang muncul dalam benakku ... dst". Nah kan meski mandek, dengan teknik free writing (biarkan tangan menulis dan ide muncul belakangan, tak perlu bingung benar salah yang penting nulis). Dengan teknik free writing, insya Allah bisa kabur tuh virus WB nya
Ada pepatah yang mengatakan:
"It doesn't matter how brilliant is your brain. If u do not speak up, it would be zero."
Mari, tuangkan dan sampaikan ide ide kita, pemikiran pemikiran kita, perasaan perasaan kita agar menjadi lebih bermakna. (Ditta Widya Utami"
“Banyak membaca akan membuat anda keliling dunia. Banyak ilmu dan pengetahuan anda dapatkan. Banyak pengalaman orang lain bisa anda tiru dan kemudian anda amalkan dalam kehidupan sehari-hari.keinginan saya untuk menulis”. (Om Jay)
"Rahasia untuk maju adalah memulai. Rahasia untuk memulai adalah memecah tugas-tugas rumit Anda yang luar biasa menjadi tugas-tugas kecil yang dapat dikelola, dan kemudian memulai dari yang pertama." (Mark Twain)
Ayo kita terus menulis, agar virus WB tidak menyerang kita!!!
semoga kita tidak kena viru WB ya bu
BalasHapusIya, semoga. Semangat selalu
HapusTerimakasih sudah berkunjung
HapusSemangat literasi
BalasHapushttps://yamin19710813.blogspot.com/2023/01/mengatasi-writers-block-pertemuan-ke-7.html
Semangat. Terimakasih sudah berkunjung
HapusAku MENANTImu di sini, cakepppp bu
BalasHapusPembukaannya sangat menarik Bu👍
BalasHapusTerimakasih bu sudah berkunjung. salam literasi
HapusMantap Bu semangat
BalasHapusSemangat, terimakasih sudah berkunjung
Hapus